ambil cangkul mu..
kita bekerja tak jemu-jemu..
La..laa.laaa
Pagi yang indah. Seindah
hari-hari Sofia selama di kampung tempat kelahiran ibunya. Mulutnya yang mungil
terus saja mendendangkan lagu yang baru diajarkan neneknya beberapa hari lalu.
Hari ini adalah hari yang ia
tunggu-tunggu. Setelah semalaman ia tidak bisa tidur karna terus terbayang
betapa menyenangkannya bisa turun ke sawah memanen tomat dengan tangannya
sendiri.
“nenek, apakah ini sudah pagi?”
tanyanya malam itu.
“tidurlah, sekarang masih pukul
11 malam” jawab nenek sambil membenahi selimut sofia yang sudah tak beraturan.
Sofia tidak bisa tidur. Ya!
Mungkin itulah yang ada di benaknya malam itu. Ia tidak bisa menunggu sampai
fajar tiba dan ia harus segera pergi ke sawah karna kata nenek, besok sofia
bisa ikut memanen tomat di sawah Paman Badrul.
“nenek, apakah ini sudah pagi?”
tanyanya kembali setelah ia memejamkan mata tuk beberapa saat.
Siing. Hening. Tiada jawaban.
Hanya ada suara jarum jam dinding yang tetap menjalankan tugas dan sekawanan
kodok yang bersaut-sautan.
“belum, ini masih malam.”
Batinnya setelah menyadari bahwa nenek masih tertidur pulas di sebelahnya. Ia
segera memejamkan mata dan berdoa semoga fajar lekas memamerkan sinarnya.
Hingga
fajar pun benar-benar tiba. setelah menghabiskan sarapan, ia langsung berlari
ke rumah Paman Badrul yang berjarak beberapa meter dari kediaman nenek.
Senyumnya dengan memamerkan gigi ompong sana sini semakin merekah tatkala
melihat Paman Badrul sudah siap di depan pintu sambil memikul keranjang besar
di punggungnya.
“pakai
sepatumu, Sofia.” Ucap Paman Badrul sambil menyodorkan sepatu boot kepada
Sofia. Dengan sigap ia mengenakannya. Sempurna. Sepatu boot telah sempurna
menghiasi kedua kakinya. Suaranya yang berdecit seakan semakin memompa semangat
Sofia tuk segera memanen tomat.
Cangkul..cangkul..cangkul yang dalam..
Cangkul yang dalam..di kebun
pisang..
La..laa..laaa..
“paman,
mengapa paman memetik tomat yang belum matang?” Tanya Sofia sambil memerhatikan
pamannya yang sedang memetik satu persatu tomat mungil di petaknya. Mata anak
ini menyembunyikan beribu pertanyaan tentang buah yang kaya akan vitamin A ini.
Dengan
senyum simpul Paman Badrul menjawab pertanyaan Sofia.
“tomat
yang kita panen ini tidak langsung dikonsumsi. Tomat-tomat ini akan di
dikirimkan ke kota-kota besar yang waktu tempuhnya bisa memakan beberapa hari.
Tomat-tomat ini akan matang ketika sampai di pasar-pasar tujuan.”
“oooo..
Sofia tahu, Sofia tahu, pasti ini dilakukan untuk menghindari tomat yang busuk
ketika tiba di pasar yaa??” ucap Sofia cerdas.
“memangnya berapa umur
tomat-tomat ini sampai kita bisa memanennya, Paman?”
“hmm.. tidak lama, hanya
memerlukan waktu sekitar 3 bulan dan kita bisa memanennya.”
Sofia menaik-turunkan kepalanya isyarat mengerti. Namun, masih saja
ia ingin mengetahui banyak hal tentang buah ini.
“apa ini, Paman?” Tanya Sofia
sambil menunjuk batang tempat tanaman tomat itu menempel.
“itu namanya ajir, Sofia. Ajir
ini berfungsi untuk perambatan ketika tanaman tomat ini tumbuh. Ia akan
menompang batang tanaman tomat sehingga tidak rebah ketika sudah berbuah.”
“apa tanaman tomat ini tidak
bisa berdiri sendiri sehingga membutuhkan kayu untuk menopangnya?”
“pertanyaan
yang cerdas. Batang tanaman tomat cenderung lunak dan bercabang-cabang sehingga
penting untuk memanfaatkan ajir sebagai penopang tanaman. Ajir sendiri bisa
terbuat dari bambu atau bahan kayu tanaman lain.”
Sofia senang. Semua rasa
penasarannya bisa terbayarkan. Ia menemukan hobi barunya.
“kau sudah selesai, Sofia? Kalau sudah, bawa keranjang mu itu ke
bawah pohon. Jangan sampai terkena sinar matahari langsung yaa.” Ucap Paman
Badrul sambil menunjuk salah satu pohon lebat di pojok sawah.
“siap, Paman!” dengan sigap
Sofia mengangkat keranjang kecilnya menuju pohon yang tadi ditunjuk Paman
Badrul. Ia menghitung-hintung hasil tomat yang ia petik sendiri.
“.., dua puluh dua, dua puluh
tiga, dua puluh empat, dua puluh….,” hitungannya terhenti ketika melihat buah
tomat di tangannya tidak sesegar buah-buah lainnya. “ kenapa ini? Tomatnya
mengkerut.”
Paman Badrul datang dengan
keranjang yang lebih besar. Ia memperhatikan tomat yang ada di tangan bocah
yang dipenuhi rasa penasaran itu.
“tomat yang kau pegang itu telah
kehilanganya vigornya, Sofia.” Ucap Paman Badrul.
“apa? Virgo? Bukankah itu salah
satu nama dalam ilmu perbintangan yaa?? Aku sering membacanya di majalah ibu
setiap seminggu sekali, paman.” Jawab Sofia dengan polosnya.
“hahaha… bukan virgo, Sofia,
tapi vigor. Jika buah tomat sudah kehilangan vigornya, ia akan Nampak mengkerut
atau berair dan akhirnya akan membusuk.”
“ooo… lalu bagaimana biar
tomat-tomat ini bisa awet, Paman. Kasian kan kalau mereka busuk sebelum sampai
di pasar.
“kita harus menyimpannya dengan
bagus. Penanganan panen dan pasca panen harus sangat diperhatikan. Ketika kita
sudah mengumpulkan buah tomat pada suatu wadah, jangan menutupnya dengan
plastik karena respirasi tomat yang cukup tinggi akan menyebabkan cepat tumbuh
jamur dan membusuk.”
“Sofiaaa…..” terdengar suara ibu
dari ujung sawah.
“ibu” ucap Sofia sambil menengok
ke arah sumber suara.
“ibu mu sudah datang. Bukankah
besok kau sudah mulai masuk sekolah, he?” ucap Paman Badrul sambil melambaikan tangan
ke ibunya Sofia. “ayo, kita segera pulang! Kau harus segera kembali ke kota,
belajar dengan rajin dan menjadi insiyur pertanian masa depan. Kau mau
berjanji?” tantang Paman Badrul sambil menunjukkan kelingkingnya tepat di
hadapan Sofia.
“Ini tantangan yang
menyenangkan” batin Sofia. Dengan sigap ia juga melingkarkan jari kelingkingnya
ke jari kelingking Paman Badrul.
“janji insiyur masa depan!” ucap mereka berdua bersamaan lalu tertawa memecah keheningan hamparan sawah. Udara siang mengiri langkah mereka pulang. Hari yang indah.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar