Sabtu, 17 Januari 2015

JANJI INSINYUR PERTANIAN

#scansema :)

Ambil cangkul mu… 
ambil cangkul mu.. 
kita bekerja tak jemu-jemu..
La..laa.laaa

Pagi yang indah. Seindah hari-hari Sofia selama di kampung tempat kelahiran ibunya. Mulutnya yang mungil terus saja mendendangkan lagu yang baru diajarkan neneknya beberapa hari lalu.

Hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu. Setelah semalaman ia tidak bisa tidur karna terus terbayang betapa menyenangkannya bisa turun ke sawah memanen tomat dengan tangannya sendiri.

“nenek, apakah ini sudah pagi?” tanyanya malam itu.

“tidurlah, sekarang masih pukul 11 malam” jawab nenek sambil membenahi selimut sofia yang sudah tak beraturan.


Sofia tidak bisa tidur. Ya! Mungkin itulah yang ada di benaknya malam itu. Ia tidak bisa menunggu sampai fajar tiba dan ia harus segera pergi ke sawah karna kata nenek, besok sofia bisa ikut memanen tomat di sawah Paman Badrul.

“nenek, apakah ini sudah pagi?” tanyanya kembali setelah ia memejamkan mata tuk beberapa saat.
Siing. Hening. Tiada jawaban. Hanya ada suara jarum jam dinding yang tetap menjalankan tugas dan sekawanan kodok yang bersaut-sautan.

“belum, ini masih malam.” Batinnya setelah menyadari bahwa nenek masih tertidur pulas di sebelahnya. Ia segera memejamkan mata dan berdoa semoga fajar lekas memamerkan sinarnya.

                Hingga fajar pun benar-benar tiba. setelah menghabiskan sarapan, ia langsung berlari ke rumah Paman Badrul yang berjarak beberapa meter dari kediaman nenek. Senyumnya dengan memamerkan gigi ompong sana sini semakin merekah tatkala melihat Paman Badrul sudah siap di depan pintu sambil memikul keranjang besar di punggungnya.

                “pakai sepatumu, Sofia.” Ucap Paman Badrul sambil menyodorkan sepatu boot kepada Sofia. Dengan sigap ia mengenakannya. Sempurna. Sepatu boot telah sempurna menghiasi kedua kakinya. Suaranya yang berdecit seakan semakin memompa semangat Sofia tuk segera memanen tomat.
                Cangkul..cangkul..cangkul yang dalam..
                Cangkul yang dalam..di kebun pisang..
                La..laa..laaa..
              
  “paman, mengapa paman memetik tomat yang belum matang?” Tanya Sofia sambil memerhatikan pamannya yang sedang memetik satu persatu tomat mungil di petaknya. Mata anak ini menyembunyikan beribu pertanyaan tentang buah yang kaya akan vitamin A ini.

                Dengan senyum simpul Paman Badrul menjawab pertanyaan Sofia.

                “tomat yang kita panen ini tidak langsung dikonsumsi. Tomat-tomat ini akan di dikirimkan ke kota-kota besar yang waktu tempuhnya bisa memakan beberapa hari. Tomat-tomat ini akan matang ketika sampai di pasar-pasar tujuan.”

                “oooo.. Sofia tahu, Sofia tahu, pasti ini dilakukan untuk menghindari tomat yang busuk ketika tiba di pasar yaa??” ucap Sofia cerdas.

“memangnya berapa umur tomat-tomat ini sampai kita bisa memanennya, Paman?”

“hmm.. tidak lama, hanya memerlukan waktu sekitar 3 bulan dan kita bisa memanennya.”

Sofia menaik-turunkan  kepalanya isyarat mengerti. Namun, masih saja ia ingin mengetahui banyak hal tentang buah ini.

“apa ini, Paman?” Tanya Sofia sambil menunjuk batang tempat tanaman tomat itu menempel.

“itu namanya ajir, Sofia. Ajir ini berfungsi untuk perambatan ketika tanaman tomat ini tumbuh. Ia akan menompang batang tanaman tomat sehingga tidak rebah ketika sudah berbuah.”

“apa tanaman tomat ini tidak bisa berdiri sendiri sehingga membutuhkan kayu untuk menopangnya?”

                “pertanyaan yang cerdas. Batang tanaman tomat cenderung lunak dan bercabang-cabang sehingga penting untuk memanfaatkan ajir sebagai penopang tanaman. Ajir sendiri bisa terbuat dari bambu atau bahan kayu tanaman lain.”

Sofia senang. Semua rasa penasarannya bisa terbayarkan. Ia menemukan hobi barunya.

“kau sudah selesai,  Sofia? Kalau sudah, bawa keranjang mu itu ke bawah pohon. Jangan sampai terkena sinar matahari langsung yaa.” Ucap Paman Badrul sambil menunjuk salah satu pohon lebat di pojok sawah.

“siap, Paman!” dengan sigap Sofia mengangkat keranjang kecilnya menuju pohon yang tadi ditunjuk Paman Badrul. Ia menghitung-hintung hasil tomat yang ia petik sendiri.

“.., dua puluh dua, dua puluh tiga, dua puluh empat, dua puluh….,” hitungannya terhenti ketika melihat buah tomat di tangannya tidak sesegar buah-buah lainnya. “ kenapa ini? Tomatnya mengkerut.”

Paman Badrul datang dengan keranjang yang lebih besar. Ia memperhatikan tomat yang ada di tangan bocah yang dipenuhi rasa penasaran itu.

“tomat yang kau pegang itu telah kehilanganya vigornya, Sofia.” Ucap Paman Badrul.

“apa? Virgo? Bukankah itu salah satu nama dalam ilmu perbintangan yaa?? Aku sering membacanya di majalah ibu setiap seminggu sekali, paman.” Jawab Sofia dengan polosnya.

“hahaha… bukan virgo, Sofia, tapi vigor. Jika buah tomat sudah kehilangan vigornya, ia akan Nampak mengkerut atau berair dan akhirnya akan membusuk.”

“ooo… lalu bagaimana biar tomat-tomat ini bisa awet, Paman. Kasian kan kalau mereka busuk sebelum sampai di pasar.

“kita harus menyimpannya dengan bagus. Penanganan panen dan pasca panen harus sangat diperhatikan. Ketika kita sudah mengumpulkan buah tomat pada suatu wadah, jangan menutupnya dengan plastik karena respirasi tomat yang cukup tinggi akan menyebabkan cepat tumbuh jamur dan membusuk.”

“Sofiaaa…..” terdengar suara ibu dari ujung sawah.

“ibu” ucap Sofia sambil menengok ke arah sumber suara.

“ibu mu sudah datang. Bukankah besok kau sudah mulai masuk sekolah, he?” ucap Paman Badrul sambil melambaikan tangan ke ibunya Sofia. “ayo, kita segera pulang! Kau harus segera kembali ke kota, belajar dengan rajin dan menjadi insiyur pertanian masa depan. Kau mau berjanji?” tantang Paman Badrul sambil menunjukkan kelingkingnya tepat di hadapan Sofia.

“Ini tantangan yang menyenangkan” batin Sofia. Dengan sigap ia juga melingkarkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Paman Badrul.

“janji insiyur masa depan!” ucap mereka berdua bersamaan lalu tertawa memecah keheningan hamparan sawah. Udara siang mengiri langkah mereka pulang. Hari yang indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar